Jumat, 13 Desember 2013

KAPITA SELEKTA KIMIA KLINIK FAAL HATI

DEFINISI HATI


Hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk perannya dalam membantu pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan. 


Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau sekitar 2.5% dari massa tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma dan menempati hampir seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian epigastrium abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati.
Secara fisiologis, fungsi utama dari hati adalah:
a.       Membantu dalam metabolisme karbohidrat
b.      Membantu metabolisme lemak
c.       Membantu metabolisme Protein
d.      Menetralisir obat-obatan dan hormon
e.       Mensekresikan cairan empedu
f.       Mensintesis garam-garam empedu

PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
Sebagai organ tubuh yang memiliki banyak fungsi penting, seperti menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh dan merombak nutrisi menjadi energi. Dalam pemeriksaan fungsi hati, ada beberapa parameter yang harus diperhatikan, antara lain:
1.      SGOT
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic transaminase. Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AST (aspartate aminotransferase). SGOT merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati, melainkan juga terdapat di otot jantung, otak, ginjal, dan otot-otot rangka.
Adanya kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa dideteksi dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang pancreas, malaria, infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu, kerusakan otot jantung, orang-orang yang selalu mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik dan obat TBC, kadar SGOT bisa meninggi, bahkan bisa menyamai kadar SGOT pada penderita hepatitis.
Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai yang didapat 2-3 kali lebih besar dari nilai normalnya.

2.      SGPT
SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase,sering juga disebut dengan istilah ALT (alanin aminotansferase). SGPT dianggap jauh lebih spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi pada kerusakan lever kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaan anda 2-3 kali lebih besar dari nilai normal. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.

3.      Bilirubin
Pada pemeriksaan rutin, biasanya yang diperiksa adalah bilirubin total dan bilirubin direk. Adajuga istilah bilirubin indirek yaitu selisih bilirubin total dengan bilirubin direk. Bilirubin merupakan suatu pigmen atau zat warna yang berwarna kuning, hasil metabolisme dari penguraian hemoglobin (Hb) di dalam darah.
Pada penyakit hati yang menahun (kronis), dapat terjadi peningkatan kadar bilirubin total yang tentunya juga diiringi peningkatan bilirubin indirek atau bilirubin direk. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan produksi bilirubin atau akibat adanya penyumbatan pada kandung empedu sebagai orgam tubuh yang menyalurkan bilirubin ke dalam usus. Akibat penumpukan bilirubin ini, wajah, badan dan urin akan berwarna kuning.

4.      Gamma GT
Gamma GT (glutamil tranferase) merupakan enzim hati yang sangat peka terhadap penyakit hepatitis dan alkoholik. Kadarnya yang tinggi bisa bertahan beberapa lama pasca penyembuhan hepatitis.

5.      Alkali Fosfatase
Alkali Fosfatase merupakan enzim hati yang dapat masuk ke saluran empedu. Kandung empedu terletak persis di bawah hati atau lever. Meningkatnya kadar fosfatase alkali terjadi apabila ada hambatan pada saluran empedu. Hambatan pada saluran empedu dapat disebabkan adanya batu empedu atau penyempitan pada saluran empedu.

6.      Cholinesterase
Umunya kadar cholinesterase menurun pada kerusakan parenkim hati seperti hepatitis kronis dan adanya lemak dalam hati. Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai pemeriksaan tunggal pada pasien yang mengalami keracunan hati akibat obat-obatan (termasuk keracunan insektisida).

7.      Protein Total (rasio albumin/globulin)
Protein dalam darah yang penting terdiri dari protein albumin dan globulin. Albumin sepenuhnya diproduksi di hati, sedangkan globulin hanya sebagian yang diproduksi di hati, sisanya diproduksi oleh system kekebalan dalam tubuh. Albumin dan globulin merupakan suatu zat yang sangat berguna dalam sistem kekebalan tubuh. Perubahan kadar keduanya bisa menunjukkan adanya gangguan pada organ hati atau juga bisa pada organ tubuh lainnya misalnya ginjal.
Pada pemeriksaan laboratorium, penting untuk menilai kadar protein total, kadar globulin dan kadar albumin. Pada penyakit-penyakit hati, kadar protein bisa meninggi dan bisa juga menurun. Begitu pula kadar albumin dan globulin. Sebagai contoh, jika terjadi infeksi pada hati yang baru diketahui kira-kira dalam tiga bulan terakhir, dapat terjadi peningkatan kadar globulin dan penurunan kadar albumin.
8.      Prothrombine Time
Tergantung pada pertimbangan dokter, beberapa tes tambahan mungkin diperlukan untuk melengkapi PT (prothrombine time). Pemeriksaan Massa Prothrombin (PT) bertujuan sebagai indikasi apakah penyakit hati semakin buruk atau tidak. Peningkatan angka menunjukkan penyakit kronik menjadi semakin buruk.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMERIKSAAN
Tabel berikut adalah beberapa kondisi yang dapat berpengaruh pada temuan laboratorium untuk pemeriksaan fungsi hati:
Jenis Kondisi
Bilirubin
ALT &  AST
ALP
Albumin
PT
Kerusakan hati akut (infeksi, racun, obat)
Normal atau meningkat biasanya setelah peningkatan ALT & AST
Biasanya sangat meningkat; ALT umumnya lebih tinggi daripada AST
Normal atau hanya meningkat sedikit
Normal
Biasanya normal
Penyakit hati kronis
Normal atau meningkat
Sedikit meningkat
Normal atau sedikit meningkat
Normal
Normal
Hepatitis alkoholik
Normal atau meningkat
AST biasanya dua kali kadar ALT
Normal atau lumayan meningkat
Normal
Normal
Sirosis
Bisa jadi meningkat tapi hanya pada kondisi yang sudah berlanjut
AST biasanya lebih tinggi dari ALT, namun kadarnya biasanya lebih rendah daripada penyakit alkoholik
Normal atau meningkat
Biasanya menurun
Biasanya memanjang
Obstruksi duktus biliaris, kolestasis
Normal atau meningkat; meningkat pada obstruksi penuh
Normal hingga lumayan meningkat
Meningkat, sering lebih tinggi 4 kali dari nilai normal
Biasanya normal, namun jika berlangsung kronis, kadar dapat menurun
Biasanya normal
Kanker yang sudah menyebar ke hati (metastases)
Biasanya normal
Normal atau sedikit meningkat
Biasanya sangat meningkat
Normal
Normal
Kanker yang asli berasal dari hati (hepatoselular karsinoma)
Mungkin meningkat, umumnya jika penyakit progresif
AST lebih tinggi dari ALT, namun kadar lebih rendah daripada penyakit alkoholik
Normal atau meningkat
Biasanya menurun
Biasanya memanjang
Autoimmune
Normal atau meningkat
Lumayan meningkat
Normal atau sedikit meningkat
Normal atau menurun
Normal

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi antara lain:
A.    Obat-obatan
Obat-obatan juga dapat mempengaruhi pemeriksaan-pemeriksaan fungsi hati, seperti pada:
1.      ALP
Albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin), prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam para-aminosalisilat dapat meningkatkan kadar ALP. Sedangkan oksalat, fluoride, propanolol (Inderal) dapat menurunkan kadar ALP
2.      ALT
Antibiotik (klindamisin, karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin, dapat meningkatkan kadar ALT. Sedangkan aspirin dapat menurunkan kadar ALT.

3.      AST
Antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif palsu.

4.      GAMMA-GT
Fenitoin (Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin (Coumadin). Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu. Asupan alkohol berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kadar gamma-GT.

5.      Bilirubin
Antibiotik (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K dapat meningkatkan kadar bilirubin. barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi dapat menurunkan kadar bilirubin.

B.     Keadaan spesimen
Spesimen hemolisis, dapat mengganggu pemeriksaan-pemeriksaan fungsi hati, bahkan dapat menurunkan kadar ALP

C.    Kehamilan
Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan kadar ALP.

D.    Proses sampling
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar ALT dan kadar AST. Sedangkan trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena, dapat meningkatkan kadar ALT.

NILAI KRITIS (CRITICAL VALUES)
AST
Nilai Rujukan : 8-33 IU/L
Critical Value :2x3 kali dari nilai rujukan

ALT
Nilai Rujukan :7-35 IU/L
Critical Value :2x3 kali dari nilai rujukan
Protein Total
Nilai Rujukan :6.0-8.3 g/dL
Albumin (Alb)
Nilai Rujukan :3.5-4.9 g/dL
Bilirubin (T.bil)
Nilai Rujukan
Total: 0.1-1.1 mg/dL
Tidak Terkonjugasi: 0.0-1.0 mg/dL
Terkonjugasi: 0.0-0.3 mg/dL
Critical Value (total): >2-4 mg/dL
Hemolisis: meningkatkan bilirubin tidak terkonjugasi,
LF normal
Kolestatis: meningkatkan bilirubin terkonjugasi
Hepatoseluler: meningkatkan bilirubin tidak terkonjugasi
Laktat Dehidrogenase
(LDH)
Nilai Rujukan : 60-200 IU/L

*Lima isoenzim
MI - meningkatkan LD1 and LD2
penyakit hati akut - meningkatkan LD4 and LD5
Alkaline Phosphatase
(ALP)
Nilai Rujukan :30-130 IU/L
Prothrombin Time (PT)
Nilai Rujukan :9-12 seconds

TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN
A.    Tahap Pra Analitik
a.       Persiapan Pasien
Umumnya untuk pemeriksaan enzim pasien tidak perlu puasa. Namun demikian perlu diketahui bahwa makan sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, walaupun tidak terlalu besar. Hal ini terutama terlihat pada aktivitas Fosfatase alakali.
Variasi biologic juga terjadi pada enzim. Aktivitas enzim lebih tinggi pada siang hari daripada pagi hari. Oleh karana itu pengambilan darah untuk pemeriksaan enzim sebaiknya dilakukan pada pagi hari, kecuali memang ingin dipantau aktivitas enzim tertentu seperti LDH dan SGOT pada kasus Penyakit Jantung Koroner.

b.      Pengambilan Sampel
Sampel darah harus dicegah terjadi hemolisis karena beberapa pemeriksaan enzim tidak boleh mengunakan sampel darah hemolisis. Hemolisis berat akan mengakibatkan terjadi efek pengenceran terhadap zat-zat yang banyak terdapat dalam plasma tetapi kecil kandungannya dalam eritrosit. Tetapi akibat yang lebih jelas akan terlihat kandungannya dalam eritrosit.
Enzim yang kandungannya dalam eritrosit lebih tinggi adalah adolase, asam fosfatase, Laktat dehidroginase dan AST. Aktivitas AST (SGOT) dalam serum meningkat 2% dan LDH 10% pada setiap peningkatan 10 mg/dl kandungan Hb dalam serum.
Pembendungan vena yang terlalu lama selain dapat menyebabkan hemolisis juga dapat meningkatkan aktivitas enzim, sebagai contoh aktivitas AST akan meningkat 9% bila bendungan vena 3 menit dibandingkan bendungan vena 1 menit.

c.       Posisi Pengambilan Darah
Volume darah orang dewasa pada saat berdiri berkurang 600-700 ml dibandingkan pada saat berbaring. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan protein plasma. Dengan demikian enzim sebagai protein juga akan meningkat pada saat berdiri daripada berbaring.
Posisi pengambilan darah sebaiknya duduk, kecuali pada kasus penyakit berat sehingga pasien harus tidur maka pengambilan darah boleh dilakukan pada posisi berbaring.

d.      Persiapan Sampel
Serum/plasma sebaiknya secepat mungkin dipisahkan (<2 jam) pada beberapa keadaan yang memaksa sehingga perlu penundaan pemeriksaan, maka sebaiknya diperhatikan mengenai stabilitas enzim dan bahan sampel yang disimpan harus serum, bukan whole blood karena relative lebih stabil dalam suhu dingin.
B.     Tahap Analitik
a.       Reagen
Perlu diperhatikan pada penggunaan reagen adalah :
1)      Fisik kemasan kadaluarsa
2)      Suhu penyimpanan
3)      Penyimpanan reagen sebelum pemeriksaan (suhu, pelarutan dan stabilitas

b.      Alat
Perlu diperhatikan pada penggunaan peralatan
1)      Bagian-bagian fotometer dan alat ukur otomatis lainnya berfungsi dengan baik (kalibrasi alat).
2)      Peralatan bantu (pipet, penangas air) juga harus dipantau secara teratur ketepatannya.
3)      Alat-alat yang tidak memenuhi standar seperti kuvet pecah, retak, lampu fotometer suram dan filter yang berjamur serta pengagas air yang tidak teratur temperaturnya sebaiknya diganti.

c.       Metode Pemeriksaan
Beberapa pemeriksaan enzim sudah dilakukan metode pemeriksaannya oleh WHO, IFCC, seperti SGOT dan SGPT. Namun sebagian lagi masih belum dilakukan. Dalam memilih metode pemeriksaan hendaknya dipertimbangkan :
1)      Reagen yang mudah diperoleh
2)      Alat yang tersedia dapat untuk memeriksa dengan metode tersebut.
3)      Suhu temperature metode pemeriksaan dipilih sesuai dengan tempat kerja. Suhu 30OC lebih baik daripada suhu 37OC dan lebih baik lagi dari pada suhu 25OC untuk pemeriksaan yang dilakukan di Negara tropis seperti Indonesia.
4)      Metode pemeriksaan yang mudah dan sederhana
5)      Kemampuan tenaga pemeriksa.

C.    Tahap Pasca Analitik
a.       Pencatatan dan Pelaporan
Hasil pemeriksaan yang telah diperoleh harus dicatat dan segera dilaporkan. Makin cepat hasil pemeriksaan sampai ke tangan dokter makin bermanfaat pemeriksaan tersebut.

b.      Hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan yang disajikan mencakup
1)      Bilangan
Umumnya hasil pemeriksaan ativitas enzim disajikan dalam bilangan tanpa desimal.
2)      Satuan
Satuan hasil pemeriksaan aktivitas enzim umumnya disajikan dalam unit/volume satuan.
3)      Suhu
Suhu Pemeriksaan harus disajikan karena mempunyai nilai normal yang berbeda.

4)      Nilai Normal
Perlu disajikan nilai normal menurut suhu pemeriksaan sebagai pembanding pada beberapa keadaan perlu dicantumkan nilai normal menurut umur dan jenis kelamin pasien.
Beberapa hasil pemeriksaan ternyata berbeda menurut umur dan gender misalnya Fosfatase alkali, pada bayi aktivitas tinggi, anak-anak lebih rendah, kemudian meningkat pada pubertas dan pada dewasa kembali menurun (khususnya wanita). Setelah menopause aktivitas Fosfatase alkali meningkat kembali dan lebih tinggi dari pada pria usia lanjut.

Secara umum aktivitas enzim seluler yang dapat ditemukan pada sel otot mempunyai nilai normal lebih tinggi pada pria dari pada wanita. Hal ini dihubungkan dengan masa otot pria relatif lebih besar dari pada wanita.

2 komentar: