Hati adalah
sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah kecoklatan,
yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk perannya dalam membantu
pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau sekitar 2.5% dari massa tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma dan menempati hampir seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian epigastrium abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati.
Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau sekitar 2.5% dari massa tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma dan menempati hampir seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian epigastrium abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati.
Secara
fisiologis, fungsi utama dari hati adalah:
a. Membantu dalam metabolisme karbohidrat
b. Membantu metabolisme lemak
c. Membantu metabolisme Protein
d. Menetralisir obat-obatan dan hormon
e. Mensekresikan cairan empedu
f. Mensintesis garam-garam empedu
PEMERIKSAAN
FUNGSI HATI
Sebagai
organ tubuh yang memiliki banyak fungsi penting, seperti menetralkan racun yang
masuk ke dalam tubuh dan merombak nutrisi menjadi energi. Dalam pemeriksaan
fungsi hati, ada beberapa parameter yang harus diperhatikan, antara lain:
1.
SGOT
SGOT
merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic transaminase. Beberapa
laboratorium sering juga memakai istilah AST (aspartate aminotransferase). SGOT
merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati, melainkan juga terdapat di
otot jantung, otak, ginjal, dan otot-otot rangka.
Adanya
kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa dideteksi
dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang pancreas,
malaria, infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu,
kerusakan otot jantung, orang-orang yang selalu mengkonsumsi obat-obatan
seperti antibiotik dan obat TBC, kadar SGOT bisa meninggi, bahkan bisa menyamai
kadar SGOT pada penderita hepatitis.
Kadar
SGOT dianggap abnormal jika nilai yang didapat 2-3 kali lebih besar dari nilai
normalnya.
2.
SGPT
SGPT
adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase,sering juga
disebut dengan istilah ALT (alanin aminotansferase). SGPT dianggap jauh lebih
spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi pada
kerusakan lever kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai SGPT
dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaan anda 2-3 kali lebih besar dari
nilai normal. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST
pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat
sebaliknya.
3.
Bilirubin
Pada
pemeriksaan rutin, biasanya yang diperiksa adalah bilirubin total dan bilirubin
direk. Adajuga istilah bilirubin indirek yaitu selisih bilirubin total dengan
bilirubin direk. Bilirubin merupakan suatu pigmen atau zat warna yang berwarna
kuning, hasil metabolisme dari penguraian hemoglobin (Hb) di dalam darah.
Pada
penyakit hati yang menahun (kronis), dapat terjadi peningkatan kadar bilirubin
total yang tentunya juga diiringi peningkatan bilirubin indirek atau bilirubin direk.
Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan produksi bilirubin atau akibat
adanya penyumbatan pada kandung empedu sebagai orgam tubuh yang menyalurkan
bilirubin ke dalam usus. Akibat penumpukan bilirubin ini, wajah, badan dan urin
akan berwarna kuning.
4.
Gamma GT
Gamma
GT (glutamil tranferase) merupakan enzim hati yang sangat peka terhadap
penyakit hepatitis dan alkoholik. Kadarnya yang tinggi bisa bertahan beberapa
lama pasca penyembuhan hepatitis.
5.
Alkali Fosfatase
Alkali
Fosfatase merupakan enzim hati yang dapat masuk ke saluran empedu. Kandung
empedu terletak persis di bawah hati atau lever. Meningkatnya kadar fosfatase
alkali terjadi apabila ada hambatan pada saluran empedu. Hambatan pada saluran
empedu dapat disebabkan adanya batu empedu atau penyempitan pada saluran
empedu.
6.
Cholinesterase
Umunya
kadar cholinesterase menurun pada kerusakan parenkim hati seperti hepatitis
kronis dan adanya lemak dalam hati. Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai
pemeriksaan tunggal pada pasien yang mengalami keracunan hati akibat
obat-obatan (termasuk keracunan insektisida).
7.
Protein Total (rasio
albumin/globulin)
Protein
dalam darah yang penting terdiri dari protein albumin dan globulin. Albumin
sepenuhnya diproduksi di hati, sedangkan globulin hanya sebagian yang
diproduksi di hati, sisanya diproduksi oleh system kekebalan dalam tubuh.
Albumin dan globulin merupakan suatu zat yang sangat berguna dalam sistem
kekebalan tubuh. Perubahan kadar keduanya bisa menunjukkan adanya gangguan pada
organ hati atau juga bisa pada organ tubuh lainnya misalnya ginjal.
Pada
pemeriksaan laboratorium, penting untuk menilai kadar protein total, kadar
globulin dan kadar albumin. Pada penyakit-penyakit hati, kadar protein bisa
meninggi dan bisa juga menurun. Begitu pula kadar albumin dan globulin. Sebagai
contoh, jika terjadi infeksi pada hati yang baru diketahui kira-kira dalam tiga
bulan terakhir, dapat terjadi peningkatan kadar globulin dan penurunan kadar
albumin.
8. Prothrombine
Time
Tergantung
pada pertimbangan dokter, beberapa tes tambahan mungkin diperlukan untuk
melengkapi PT (prothrombine time). Pemeriksaan Massa Prothrombin (PT) bertujuan
sebagai indikasi apakah penyakit hati semakin buruk atau tidak. Peningkatan
angka menunjukkan penyakit kronik menjadi semakin buruk.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PEMERIKSAAN
Tabel berikut adalah
beberapa kondisi yang dapat berpengaruh pada temuan laboratorium untuk
pemeriksaan fungsi hati:
Jenis Kondisi
|
Bilirubin
|
ALT & AST
|
ALP
|
Albumin
|
PT
|
Kerusakan hati akut
(infeksi, racun, obat)
|
Normal atau meningkat
biasanya setelah peningkatan ALT & AST
|
Biasanya sangat
meningkat; ALT umumnya lebih tinggi daripada AST
|
Normal atau hanya
meningkat sedikit
|
Normal
|
Biasanya normal
|
Penyakit hati kronis
|
Normal atau meningkat
|
Sedikit meningkat
|
Normal atau sedikit
meningkat
|
Normal
|
Normal
|
Hepatitis alkoholik
|
Normal atau meningkat
|
AST biasanya dua kali
kadar ALT
|
Normal atau lumayan
meningkat
|
Normal
|
Normal
|
Sirosis
|
Bisa jadi meningkat
tapi hanya pada kondisi yang sudah berlanjut
|
AST biasanya lebih
tinggi dari ALT, namun kadarnya biasanya lebih rendah daripada penyakit
alkoholik
|
Normal atau meningkat
|
Biasanya menurun
|
Biasanya memanjang
|
Obstruksi duktus
biliaris, kolestasis
|
Normal atau
meningkat; meningkat pada obstruksi penuh
|
Normal hingga lumayan
meningkat
|
Meningkat, sering
lebih tinggi 4 kali dari nilai normal
|
Biasanya normal,
namun jika berlangsung kronis, kadar dapat menurun
|
Biasanya normal
|
Kanker yang sudah
menyebar ke hati (metastases)
|
Biasanya normal
|
Normal atau sedikit
meningkat
|
Biasanya sangat
meningkat
|
Normal
|
Normal
|
Kanker yang asli
berasal dari hati (hepatoselular karsinoma)
|
Mungkin meningkat,
umumnya jika penyakit progresif
|
AST lebih tinggi dari
ALT, namun kadar lebih rendah daripada penyakit alkoholik
|
Normal atau meningkat
|
Biasanya menurun
|
Biasanya memanjang
|
Autoimmune
|
Normal atau meningkat
|
Lumayan meningkat
|
Normal atau sedikit
meningkat
|
Normal atau menurun
|
Normal
|
Faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi antara lain:
A.
Obat-obatan
Obat-obatan juga dapat
mempengaruhi pemeriksaan-pemeriksaan fungsi hati, seperti pada:
1. ALP
Albumin IV, antibiotic
(eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa (Aldomet),
alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin), prokainamid,
beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam para-aminosalisilat
dapat meningkatkan kadar ALP. Sedangkan oksalat, fluoride, propanolol
(Inderal) dapat menurunkan kadar ALP
2. ALT
Antibiotik
(klindamisin, karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin,
spektinomisin, tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein),
antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin
(Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal),
kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin, dapat meningkatkan kadar
ALT. Sedangkan aspirin dapat menurunkan kadar ALT.
3. AST
Antibiotik (ampisilin,
karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,
nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin,
vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi
(metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison,
flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin,
kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif
atau negatif palsu.
4. GAMMA-GT
Fenitoin (Dilantin),
fenobarbital, aminoglikosida, warfarin (Coumadin). Obat fenitoin dan barbiturat
dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu. Asupan alkohol berlebih dan dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kadar gamma-GT.
5. Bilirubin
Antibiotik (amfoterisin
B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin),
sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid),
alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran,
diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin),
flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid,
steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K dapat meningkatkan kadar
bilirubin. barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis
tinggi dapat menurunkan kadar bilirubin.
B.
Keadaan
spesimen
Spesimen hemolisis, dapat
mengganggu pemeriksaan-pemeriksaan fungsi hati, bahkan dapat menurunkan kadar
ALP
C.
Kehamilan
Kehamilan trimester
akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat meningkatkan kadar ALP.
D.
Proses
sampling
Pengambilan darah pada
area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar ALT dan kadar AST.
Sedangkan trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena,
dapat meningkatkan kadar ALT.
NILAI
KRITIS (CRITICAL VALUES)
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|
||
|
|
TAHAP-TAHAP
PEMERIKSAAN
A.
Tahap
Pra Analitik
a. Persiapan Pasien
Umumnya untuk
pemeriksaan enzim pasien tidak perlu puasa. Namun demikian perlu diketahui
bahwa makan sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, walaupun
tidak terlalu besar. Hal ini terutama terlihat pada aktivitas Fosfatase
alakali.
Variasi biologic
juga terjadi pada enzim. Aktivitas enzim lebih tinggi pada siang hari daripada
pagi hari. Oleh karana itu pengambilan darah untuk pemeriksaan enzim sebaiknya
dilakukan pada pagi hari, kecuali memang ingin dipantau aktivitas enzim
tertentu seperti LDH dan SGOT pada kasus Penyakit Jantung Koroner.
b. Pengambilan Sampel
Sampel darah harus dicegah terjadi
hemolisis karena beberapa pemeriksaan enzim tidak boleh mengunakan sampel darah
hemolisis. Hemolisis berat akan mengakibatkan terjadi efek pengenceran terhadap
zat-zat yang banyak terdapat dalam plasma tetapi kecil kandungannya dalam
eritrosit. Tetapi akibat yang lebih jelas akan terlihat kandungannya dalam
eritrosit.
Enzim yang kandungannya dalam eritrosit
lebih tinggi adalah adolase, asam fosfatase, Laktat
dehidroginase dan AST. Aktivitas AST (SGOT) dalam serum meningkat 2% dan LDH
10% pada setiap peningkatan 10 mg/dl kandungan Hb dalam serum.
Pembendungan vena yang terlalu lama selain
dapat menyebabkan hemolisis juga dapat meningkatkan aktivitas enzim, sebagai
contoh aktivitas AST akan meningkat 9% bila bendungan vena 3 menit dibandingkan
bendungan vena 1 menit.
c.
Posisi
Pengambilan Darah
Volume darah orang dewasa pada saat
berdiri berkurang 600-700 ml dibandingkan pada saat berbaring. Hal ini
disebabkan karena terjadi peningkatan protein plasma. Dengan demikian enzim
sebagai protein juga akan meningkat pada saat berdiri daripada berbaring.
Posisi pengambilan darah sebaiknya duduk,
kecuali pada kasus penyakit berat sehingga pasien harus tidur maka pengambilan
darah boleh dilakukan pada posisi berbaring.
d.
Persiapan
Sampel
Serum/plasma sebaiknya secepat mungkin
dipisahkan (<2 jam) pada beberapa keadaan yang memaksa sehingga perlu
penundaan pemeriksaan, maka sebaiknya diperhatikan mengenai stabilitas enzim
dan bahan sampel yang disimpan harus serum, bukan whole blood karena relative
lebih stabil dalam suhu dingin.
B.
Tahap
Analitik
a. Reagen
Perlu diperhatikan pada penggunaan reagen
adalah :
1) Fisik kemasan kadaluarsa
2) Suhu penyimpanan
3) Penyimpanan reagen sebelum pemeriksaan
(suhu, pelarutan dan stabilitas
b.
Alat
Perlu diperhatikan pada penggunaan
peralatan
1) Bagian-bagian fotometer dan alat ukur
otomatis lainnya berfungsi dengan baik (kalibrasi alat).
2) Peralatan bantu (pipet, penangas air) juga
harus dipantau secara teratur ketepatannya.
3) Alat-alat yang tidak memenuhi standar
seperti kuvet pecah, retak, lampu fotometer suram dan filter yang berjamur
serta pengagas air yang tidak teratur temperaturnya sebaiknya diganti.
c.
Metode
Pemeriksaan
Beberapa pemeriksaan enzim sudah dilakukan
metode pemeriksaannya oleh WHO, IFCC, seperti SGOT dan SGPT. Namun sebagian
lagi masih belum dilakukan. Dalam memilih metode pemeriksaan hendaknya
dipertimbangkan :
1) Reagen yang mudah diperoleh
2) Alat yang tersedia dapat untuk memeriksa
dengan metode tersebut.
3) Suhu temperature metode pemeriksaan
dipilih sesuai dengan tempat kerja. Suhu 30OC lebih baik daripada
suhu 37OC dan lebih baik lagi dari pada suhu 25OC untuk
pemeriksaan yang dilakukan di Negara tropis seperti Indonesia.
4) Metode pemeriksaan yang mudah dan
sederhana
5) Kemampuan tenaga pemeriksa.
C.
Tahap
Pasca Analitik
a. Pencatatan dan Pelaporan
Hasil pemeriksaan yang telah diperoleh
harus dicatat dan segera dilaporkan. Makin cepat hasil pemeriksaan sampai ke
tangan dokter makin bermanfaat pemeriksaan tersebut.
b.
Hasil
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan yang disajikan mencakup
1) Bilangan
Umumnya
hasil pemeriksaan ativitas enzim disajikan dalam bilangan tanpa desimal.
2)
Satuan
Satuan hasil
pemeriksaan aktivitas enzim umumnya disajikan dalam unit/volume satuan.
3)
Suhu
Suhu Pemeriksaan
harus disajikan karena mempunyai nilai normal yang berbeda.
4)
Nilai
Normal
Perlu
disajikan nilai normal menurut suhu pemeriksaan sebagai pembanding pada
beberapa keadaan perlu dicantumkan nilai normal menurut umur dan jenis kelamin
pasien.
Beberapa
hasil pemeriksaan ternyata berbeda menurut umur dan gender misalnya Fosfatase
alkali, pada bayi aktivitas tinggi, anak-anak lebih rendah, kemudian meningkat
pada pubertas dan pada dewasa kembali menurun (khususnya wanita). Setelah
menopause aktivitas Fosfatase alkali meningkat kembali dan lebih tinggi dari
pada pria usia lanjut.
Secara
umum aktivitas enzim seluler yang dapat ditemukan pada sel otot mempunyai nilai
normal lebih tinggi pada pria dari pada wanita. Hal ini dihubungkan dengan masa
otot pria relatif lebih besar dari pada wanita.
postingan ini tidak ada daftar pustakanya?
BalasHapusmakasi sangat membantu
BalasHapus